KEPRIBADIAN SEORANG SHA-IM
Seri Membangun Rumah Kepribadian (6)
“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas ummat sebelum kalian, agar supaya kalian bertaqwa.” (QS. Al Baqarah : 183).
Saudaraku, sebentar lagi kita akan kembali bertemu dengan bulan yang mulia, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang kita diharuskan berpuasa selama siang harinya; itulah bulan suci Ramadhan.
Penghujung ayat yang kita tuliskan di atas menyatakan “agar supaya kalian bertaqwa”, maka demikianlah penghujung ibadah puasa yang kita jalani selama Ramadhan, tiada lain adalah “taqwa kepada Allah”.
Saudaraku, paling tidak ada empat perilaku taqwa yang secara reflek akan terbentuk dengan sendirinya melalui ibadah puasa ini, sepanjang kita menjalani ibadah puasa Ramadhan ini dengan sepenuh kesungguhan. Empat kepribadian taqwa tersebut bisa kita temukan dari rangkaian empat huruf yang membentuk kata taqwa itu sendiri.
Kata taqwa ketika ditulis dengan tulisan Arab maka akan tertera disana empat huruf yaitu : Ta’, Qaf, Wawu dan Ya’. Keempatnya secara dinamis membentuk empat rangkaian kepribadian taqwa sebagai buah spontan dari ibadah puasa, yaitu : Tawadhu’, Qana’ah, Wira’i dan Yaqin.
Di zaman akhir yang sarat dengan berbagai krisis, utamanya krisis mental dan moral ini, maka kehadiran sosok-sosok berkepribadian di atas menjadi setetes embun yang membasahi bumi kemanusiaan yang sudah mulai kerontang ini.
1. Tawadhu’
Tawadhu’ memiliki makna merendah (tanpa harus kehilangan rasa percaya diri). Orang yang tawadhu’ akan merasa dirinya tidak lebih baik, apalagi lebih mulia, ketimbang yang lain, betapapun sebenarnya ia punya banyak kelebihan, tidak ada selera sedikitpun di dalam dirinya untuk menjadikan kelebihan tersebut sebagai alat untuk menyombongkan diri. Dia hanya akan mempergunakan kelebihan tersebut di tempat dan waktu yang tepat, dalam situasi dan kondisi yang akan menambah nilai kelebihan tersebut, bukan malah merendahkannya.
Saudaraku, ibadah puasa betul-betul sangat efektif membentuk kepribadian tawadhu’ ini. Lihatlah apa yang dilakukan orang-orang yang puasa selepas pukul sebelas sampai satu siang, mereka berjalan dengan “tawadhu”, berbicara, memandang dan beraktivitaspun demikian pula, tawadhu’. Keadaan seperti ini hampir menimpa semua kalangan, baik dia kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata, santri atau bukan dan seterusnya. Saat itulah kita seperti mendapat pelajaran kalau seluruh kelebihan yang ada pada diri kita tidak berdaya sedikitpun menyelamatkan diri kita dari rasa lapar. Karena itu menjadi hal yang naïf bagi siapapun yang menyombongkan diri dengan kelebihan yang dimilikinya.
2. Qana’ah
Saudaraku, saat ini, betapa sering kita menjumpai orang-orang yang tidak siap menghadapi kenyataan, baik kenyataan yang tidak disukai, lebih-lebih yang disukai. Mereka lebih sering menampakkan kekecewaan daripada kepuasan, mengeluh dari pada memuji, bahkan berprasangka buruk kepada Allah daripada berprasangka baik kepada-Nya.
Puasa, begitu sangat efektif menghilangkan problem kepribadian yang satu ini. Puasa justru membentuk kepribadian yang sangat terpuji, yaitu rela dengan apapun yang Allah berikan kepada kita. Lihatlah apa yang dilakukan saat mereka puasa ? Tentu lapar. Dan lapar identik dengan kepahitan, tapi adakah diantara kita yang mengeluh karena lapar ini, atau adakah diantara kita yang berani mengatakan : “Ya Allah, tega nian Engkau, Kau suruh aku puasa sehingga jadi lapar seperti ini ?!” Yang ada justru kebahagiaan bisa menunjukkan kesungguhan ibadah puasa kita kepada Allah lewat rasa “lapar” ini.
Saat maghrib tiba, kita pun menahan diri untuk tetap siap menghadapi keadaan yang kita sukai; kita minum seperlunya, makan seadanya, agar jangan sampai tertinggal keutamaan shalat maghrib di awal waktu. Inilah kepribadian qana’ah, merasa puas dengan apapun yang Allah karuniakan kepada kita.
3. Wira’i
Hakikat puasa sebenarnya menahan diri dari segala sesuatu yang asalnya halal, namun karena untuk sementara waktu melarangnya, maka kita pun menahan diri dari “menyentuhnya”.
Saudaraku, lihatlah apa yang kita perbuat saat kita puasa, meski di hadapan kita terhidang begitu banyak makanan yang halal, pantang bagi kita untuk mendekatinya, karena kita tahu Allah melarangnya. Kita baru punya nyali untuk mendekati, menyentuh dan memakannya, saat waktu larangan tersebut betul-betul, secara meyakinkan, sudah dicabut oleh Allah.
Kalau puasa membuat kita mampu menahan diri dari segala sesuatu yang asalnya halal, maka tentu kita akan lebih mampu menahan diri dari segala sesuatu yang dari “sononya” jelas-jelas haram dan dilarang, seperti ghibah, dhalim, makanan haram dan lain sebagainya. Itulah wira’i.
Pada perkembangannya wira’i ini tidak hanya sekedar menahan diri dari segala sesuatu yang nyata-nyata haram, tapi kita juga akan menjauhi apa saja yang membuat kita jadi tidak bisa mengingat Allah.
c-ped
rukun agawe santoso
Jumat, 09 November 2012
Kamis, 08 November 2012
Rabu, 31 Oktober 2012
Ketika Anda menebarkan pandangan ke sekeliling Anda, saat Anda berada di udara
terbuka atau di padang luas, Anda dapat menyaksikan semua benda, dari yang
terjauh hingga yang terdekat dari Anda, dengan segala rupa, bentuk dan
ukurannya. Pemandangan ini, yang Anda dapatkan tanpa kesulitan sedikit pun,
merupakan hasil reaksi dan interaksi yang sangat rumit dalam tubuh Anda.
Sekarang, mari kita saksikan cara kerja yang sangat rumit ini lebih dekat.
Mata manusia memiliki mekanisme otomatis yang bekerja secara
sempurna. Mata terbentuk dari kombinasi 40 bagian dasar yang berbeda, dan
masing-masing bagian memiliki fungsi penting dalam proses melihat. Sedikit saja
cacat atau ketidakmampuan menjalankan fungsi pada satu saja dari bagian-bagian
ini menyebabkan mustahil untuk melihat.
Lapisan tembus pandang di bagian depan mata disebut kornea. Di
sebelah kanannya terletak iris. Selain memberi warna pada mata, iris
menyesuaikan ukurannya secara otomatis berdasarkan ketajaman cahaya dikarenakan
otot mata menempel padanya. Misalnya, jika kita berada di tempat gelap, iris
melebar untuk mendapatkan/menyerap cahaya sebanyak mungkin. Saat cahaya semakin
terang, ia menguncup untuk mengurangi jumlah cahaya yang datang mengenai mata.
Sistem penyesuaian otomatis pada iris bekerja sebagai berikut:
sejumlah cahaya mengenai mata, sebuah impuls syaraf mengirimkan ke otak dan
memberi pesan tentang keberadaan dan ketajaman cahaya tersebut. Otak segera
mengirim kembali suatu sinyal dan perintah tentang seberapa banyak otot di
sekitar iris akan berkontraksi.
Mekanisme mata lainnya yang bekerja bersamaan dengan struktur ini
adalah lensa. Tugas lensa yaitu untuk memfokuskan cahaya yang mengenai mata ke
lapisan retina di belakang mata. Karena gerakan otot di sekitar lensa, sinar
yang datang ke mata dari berbagai sudut yang berbeda dapat selalu difokuskan ke
retina.
Semua sistem yang telah kita bahas di atas jauh lebih unggul
dibandingkan peralatan mekanis yang dirancang dengan teknologi terkini yang
meniru mata. Bahkan sistem tiruan tercanggih pun di dunia ini tetap merupakan
sistem sederhana dan kuno dibandingkan dengan mata.
Bila kita renungkan upaya dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan
dalam pembuatan sistem buatan ini, kita dapat memahami dengan penciptaan unggul
macam apa mata itu dibuat.
Bila kita amati sebuah sel tunggal dalam mata pada tingkat
mikroskopis, keunggulan penciptaan ini lebih jauh diungkapkan.
Bayangkan kita melihat sebuah mangok kristal penuh buah-buahan.
Cahaya datang dari mangkok ke mata kita melalui kornea dan iris dan
dipusatkan/difokuskan pada retina oleh lensa.
Lalu, apa yang terjadi dalam retina sehingga sel-sel retina dapat
menagkap cahaya?
Ketika partikel cahaya, juga disebut photon, melewati sel-sel pada
retina, partikel-partikel ini menghasilkan efek merambat seperti deretan domino
yang disusun dengan sangat hati-hati satu per satu. Bagian pertama domino dalam
sel retina ini adalah molekul yang disebut 11-cis-retina. Ketika sebuah photon
cahaya berinteraksi dengannya, molekul ini berubah bentuk. Hal ini mendorong
perubahan bentuk dari protein lainnya, yakni rhodopsin, menjadi ikatan kuat.
Sekarang, rhodopsin berubah bentuk sehingga ia dapat bergabung dengan protein
lainnya, disebut transducin, yang telah ada dalam sel tersebut, tetapi tidak
dapat berinteraksi sebelumnya karena bentuknya tidak sesuai. Setelah
penggabungan ini, molekul lainnya disebut GDP juga ikut bergabung dalam kelompok
ini.
Now, two proteins-rhodopsin and transducin-and a chemical molecule
called GDP have bound together.
Sekarang, dua protein - rhodopsin dan transducin- dan molekul kimia
bernama GDP telah berikatan.
However the process has just begun. The compound called GDP now has
the proper form to bind to another protein called phosphodiesterase, which
always exists in the cell. After this bonding, the shape of the molecule that is
produced will trigger a mechanism that will start a series of chemical reactions
in the cell.
Akan tetapi proses ini baru saja dimulai. Gugusan yang disebut GDP
kini memiliki bentuk yang sesuai untuk berikatan dengan protein lain yang
disebut phosphodiesterase, yang selalu berada di dalam sel. Setelah pengikatan
ini, bentuk molekul yang dihasilkan akan menyebabkan sebuah mekanisme yang
mengawali serangkaian reaksi kimia dalam sel.
Mekanisme ini mengubah konsentrasi ion dalam sel dan menghasilkan
energi listrik. Energi ini memicu syaraf-syaraf yang terletak pada bagian
belakang sel retina. Akibatnya, bayangan yang datang pada mata sebagai photon
cahaya mempersiapkan perjalanannya dalam bentuk sinyal listrik. Sinyal ini
mengandung informasi visual mengenai benda di luar.
Agar penglihatan bisa terjadi, sinyal listrik yang dihasilkan dalam
sel retina harus dirambatkan ke pusat penglihatan di otak. Akan tetapi, sel
syaraf tidak secara langsung berhubungan satu sama lain. Terdapat celah kecil di
antara titik-titik ikatannya. Lalu bagaimana pemicu listrik ini melanjutkan
perjalanannya?
Pada titik ini, susunan kerja yang kompleks terbentuk. Energi
listrik diubah menjadi energi kimia tanpa kehilangan sedikitpun informasi yang
sedang dibawa dan di sini informasi tersebut dipindahkan dari satu syaraf ke
syaraf berikutnya. Pengangkut kimiawi yang terletak di titik-titik hubung sel
syaraf mengantarkan informasi yang terkandung dalam stimulus yang berasal dari
mata dari satu syaraf ke syaraf lainnya dengan sukses. Ketika dipindahkan ke
syaraf berikutnya, stimulus kembali diubah menjadi sinyal listrik dan
melanjutkan perjalanannya hingga mencapai titik hubung lainnya.
Dengan membuat jalan ke pusat penglihatan di otak dengan cara ini,
sinyal diperbandingkan dengan informasi di pusat memori dan bayangan diartikan.
Akhirnya kita melihat sebuah mangkok penuh buah-buahan, yang kita
bicarakan sebelumnya, dengan bantuan sistem sempurna yang terbuat dari ratusan
pernik-pernik kecil.
Dan semua kerja mengagumkan ini terjadi dalam
sepersekian detik
Selanjutnya, dikarenakan tindakan melihat terjadi terus-menerus,
sistem tersebut mengulang dan mengulang lagi tahap-tahap ini. Dengan kata lain,
molekul-molekul yang memainkan satu bagian dalam rantai reaksi dalam mata
dikembalikan lagi ke tempat asalnya setiap saat dan reaksi mulai dari awal lagi.
Tentu saja pada saat yang sama sejumlah kerja rumit lainnya terjadi
di bagian lain tubuh kita. Barangkali kita secara serentak mendengar suara dari
bayangan yang kita lihat, dan sambil lalu kita mencium aromanya dan marasakan
sentuhannya. Sementara itu, jutaan kerja dan reaksi lainnya harus terus
berlanjut tanpa gangguan dalam tubuh kita agar kita terus hidup.
Ilmu pengetahuan primitif pada masa Darwin tidak mengetahui hal ini
sedikit pun. Meski demikian, bahkan Darwin menyadari rancangan luar biasa pada
mata dan mengakui keputusasaannya itu dalam sebuah surat yang ditulisnya kepada
Asa Grey pada 3 April 1860, di dalamnya ia mengatakan:
Memikirkan tentang mata membuat saya demam
Sifat-sifat biokimia pada mata yang telah ditemukan oleh ilmu
pengetahuan modern memberi pukulan lebih besar bagi paham Darwinisme dari yang
pernah dibayangkan oleh Darwin.
Keseluruhan proses penglihatan yang telah kita ringkas pada
penjelasan ini sesungguhnya jauh lebih rumit bila dirinci. Namun, mudah-mudahan
ringkasan ini cukup untuk menggambarkan bagaimana hebatnya sistem yang telah
diciptakan dalam tubuh kita.
Langganan:
Postingan (Atom)