Jumat, 09 November 2012

KEPRIBADIAN SEORANG SHA-IM

KEPRIBADIAN SEORANG SHA-IM Seri Membangun Rumah Kepribadian (6) “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas ummat sebelum kalian, agar supaya kalian bertaqwa.” (QS. Al Baqarah : 183). Saudaraku, sebentar lagi kita akan kembali bertemu dengan bulan yang mulia, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang kita diharuskan berpuasa selama siang harinya; itulah bulan suci Ramadhan. Penghujung ayat yang kita tuliskan di atas menyatakan “agar supaya kalian bertaqwa”, maka demikianlah penghujung ibadah puasa yang kita jalani selama Ramadhan, tiada lain adalah “taqwa kepada Allah”. Saudaraku, paling tidak ada empat perilaku taqwa yang secara reflek akan terbentuk dengan sendirinya melalui ibadah puasa ini, sepanjang kita menjalani ibadah puasa Ramadhan ini dengan sepenuh kesungguhan. Empat kepribadian taqwa tersebut bisa kita temukan dari rangkaian empat huruf yang membentuk kata taqwa itu sendiri. Kata taqwa ketika ditulis dengan tulisan Arab maka akan tertera disana empat huruf yaitu : Ta’, Qaf, Wawu dan Ya’. Keempatnya secara dinamis membentuk empat rangkaian kepribadian taqwa sebagai buah spontan dari ibadah puasa, yaitu : Tawadhu’, Qana’ah, Wira’i dan Yaqin. Di zaman akhir yang sarat dengan berbagai krisis, utamanya krisis mental dan moral ini, maka kehadiran sosok-sosok berkepribadian di atas menjadi setetes embun yang membasahi bumi kemanusiaan yang sudah mulai kerontang ini. 1. Tawadhu’ Tawadhu’ memiliki makna merendah (tanpa harus kehilangan rasa percaya diri). Orang yang tawadhu’ akan merasa dirinya tidak lebih baik, apalagi lebih mulia, ketimbang yang lain, betapapun sebenarnya ia punya banyak kelebihan, tidak ada selera sedikitpun di dalam dirinya untuk menjadikan kelebihan tersebut sebagai alat untuk menyombongkan diri. Dia hanya akan mempergunakan kelebihan tersebut di tempat dan waktu yang tepat, dalam situasi dan kondisi yang akan menambah nilai kelebihan tersebut, bukan malah merendahkannya. Saudaraku, ibadah puasa betul-betul sangat efektif membentuk kepribadian tawadhu’ ini. Lihatlah apa yang dilakukan orang-orang yang puasa selepas pukul sebelas sampai satu siang, mereka berjalan dengan “tawadhu”, berbicara, memandang dan beraktivitaspun demikian pula, tawadhu’. Keadaan seperti ini hampir menimpa semua kalangan, baik dia kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata, santri atau bukan dan seterusnya. Saat itulah kita seperti mendapat pelajaran kalau seluruh kelebihan yang ada pada diri kita tidak berdaya sedikitpun menyelamatkan diri kita dari rasa lapar. Karena itu menjadi hal yang naïf bagi siapapun yang menyombongkan diri dengan kelebihan yang dimilikinya. 2. Qana’ah Saudaraku, saat ini, betapa sering kita menjumpai orang-orang yang tidak siap menghadapi kenyataan, baik kenyataan yang tidak disukai, lebih-lebih yang disukai. Mereka lebih sering menampakkan kekecewaan daripada kepuasan, mengeluh dari pada memuji, bahkan berprasangka buruk kepada Allah daripada berprasangka baik kepada-Nya. Puasa, begitu sangat efektif menghilangkan problem kepribadian yang satu ini. Puasa justru membentuk kepribadian yang sangat terpuji, yaitu rela dengan apapun yang Allah berikan kepada kita. Lihatlah apa yang dilakukan saat mereka puasa ? Tentu lapar. Dan lapar identik dengan kepahitan, tapi adakah diantara kita yang mengeluh karena lapar ini, atau adakah diantara kita yang berani mengatakan : “Ya Allah, tega nian Engkau, Kau suruh aku puasa sehingga jadi lapar seperti ini ?!” Yang ada justru kebahagiaan bisa menunjukkan kesungguhan ibadah puasa kita kepada Allah lewat rasa “lapar” ini. Saat maghrib tiba, kita pun menahan diri untuk tetap siap menghadapi keadaan yang kita sukai; kita minum seperlunya, makan seadanya, agar jangan sampai tertinggal keutamaan shalat maghrib di awal waktu. Inilah kepribadian qana’ah, merasa puas dengan apapun yang Allah karuniakan kepada kita. 3. Wira’i Hakikat puasa sebenarnya menahan diri dari segala sesuatu yang asalnya halal, namun karena untuk sementara waktu melarangnya, maka kita pun menahan diri dari “menyentuhnya”. Saudaraku, lihatlah apa yang kita perbuat saat kita puasa, meski di hadapan kita terhidang begitu banyak makanan yang halal, pantang bagi kita untuk mendekatinya, karena kita tahu Allah melarangnya. Kita baru punya nyali untuk mendekati, menyentuh dan memakannya, saat waktu larangan tersebut betul-betul, secara meyakinkan, sudah dicabut oleh Allah. Kalau puasa membuat kita mampu menahan diri dari segala sesuatu yang asalnya halal, maka tentu kita akan lebih mampu menahan diri dari segala sesuatu yang dari “sononya” jelas-jelas haram dan dilarang, seperti ghibah, dhalim, makanan haram dan lain sebagainya. Itulah wira’i. Pada perkembangannya wira’i ini tidak hanya sekedar menahan diri dari segala sesuatu yang nyata-nyata haram, tapi kita juga akan menjauhi apa saja yang membuat kita jadi tidak bisa mengingat Allah.

Rabu, 31 Oktober 2012


Ketika Anda menebarkan pandangan ke sekeliling Anda, saat Anda berada di udara terbuka atau di padang luas, Anda dapat menyaksikan semua benda, dari yang terjauh hingga yang terdekat dari Anda, dengan segala rupa, bentuk dan ukurannya. Pemandangan ini, yang Anda dapatkan tanpa kesulitan sedikit pun, merupakan hasil reaksi dan interaksi yang sangat rumit dalam tubuh Anda. Sekarang, mari kita saksikan cara kerja yang sangat rumit ini lebih dekat.
Mata manusia memiliki mekanisme otomatis yang bekerja secara sempurna. Mata terbentuk dari kombinasi 40 bagian dasar yang berbeda, dan masing-masing bagian memiliki fungsi penting dalam proses melihat. Sedikit saja cacat atau ketidakmampuan menjalankan fungsi pada satu saja dari bagian-bagian ini menyebabkan mustahil untuk melihat.
Lapisan tembus pandang di bagian depan mata disebut kornea. Di sebelah kanannya terletak iris. Selain memberi warna pada mata, iris menyesuaikan ukurannya secara otomatis berdasarkan ketajaman cahaya dikarenakan otot mata menempel padanya. Misalnya, jika kita berada di tempat gelap, iris melebar untuk mendapatkan/menyerap cahaya sebanyak mungkin. Saat cahaya semakin terang, ia menguncup untuk mengurangi jumlah cahaya yang datang mengenai mata.
Sistem penyesuaian otomatis pada iris bekerja sebagai berikut: sejumlah cahaya mengenai mata, sebuah impuls syaraf mengirimkan ke otak dan memberi pesan tentang keberadaan dan ketajaman cahaya tersebut. Otak segera mengirim kembali suatu sinyal dan perintah tentang seberapa banyak otot di sekitar iris akan berkontraksi.
Mekanisme mata lainnya yang bekerja bersamaan dengan struktur ini adalah lensa. Tugas lensa yaitu untuk memfokuskan cahaya yang mengenai mata ke lapisan retina di belakang mata. Karena gerakan otot di sekitar lensa, sinar yang datang ke mata dari berbagai sudut yang berbeda dapat selalu difokuskan ke retina.
Semua sistem yang telah kita bahas di atas jauh lebih unggul dibandingkan peralatan mekanis yang dirancang dengan teknologi terkini yang meniru mata. Bahkan sistem tiruan tercanggih pun di dunia ini tetap merupakan sistem sederhana dan kuno dibandingkan dengan mata.
Bila kita renungkan upaya dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan dalam pembuatan sistem buatan ini, kita dapat memahami dengan penciptaan unggul macam apa mata itu dibuat.
Bila kita amati sebuah sel tunggal dalam mata pada tingkat mikroskopis, keunggulan penciptaan ini lebih jauh diungkapkan.
Bayangkan kita melihat sebuah mangok kristal penuh buah-buahan. Cahaya datang dari mangkok ke mata kita melalui kornea dan iris dan dipusatkan/difokuskan pada retina oleh lensa.
Lalu, apa yang terjadi dalam retina sehingga sel-sel retina dapat menagkap cahaya?
Ketika partikel cahaya, juga disebut photon, melewati sel-sel pada retina, partikel-partikel ini menghasilkan efek merambat seperti deretan domino yang disusun dengan sangat hati-hati satu per satu. Bagian pertama domino dalam sel retina ini adalah molekul yang disebut 11-cis-retina. Ketika sebuah photon cahaya berinteraksi dengannya, molekul ini berubah bentuk. Hal ini mendorong perubahan bentuk dari protein lainnya, yakni rhodopsin, menjadi ikatan kuat. Sekarang, rhodopsin berubah bentuk sehingga ia dapat bergabung dengan protein lainnya, disebut transducin, yang telah ada dalam sel tersebut, tetapi tidak dapat berinteraksi sebelumnya karena bentuknya tidak sesuai. Setelah penggabungan ini, molekul lainnya disebut GDP juga ikut bergabung dalam kelompok ini.
Now, two proteins-rhodopsin and transducin-and a chemical molecule called GDP have bound together.
Sekarang, dua protein - rhodopsin dan transducin- dan molekul kimia bernama GDP telah berikatan.
However the process has just begun. The compound called GDP now has the proper form to bind to another protein called phosphodiesterase, which always exists in the cell. After this bonding, the shape of the molecule that is produced will trigger a mechanism that will start a series of chemical reactions in the cell.
Akan tetapi proses ini baru saja dimulai. Gugusan yang disebut GDP kini memiliki bentuk yang sesuai untuk berikatan dengan protein lain yang disebut phosphodiesterase, yang selalu berada di dalam sel. Setelah pengikatan ini, bentuk molekul yang dihasilkan akan menyebabkan sebuah mekanisme yang mengawali serangkaian reaksi kimia dalam sel.
Mekanisme ini mengubah konsentrasi ion dalam sel dan menghasilkan energi listrik. Energi ini memicu syaraf-syaraf yang terletak pada bagian belakang sel retina. Akibatnya, bayangan yang datang pada mata sebagai photon cahaya mempersiapkan perjalanannya dalam bentuk sinyal listrik. Sinyal ini mengandung informasi visual mengenai benda di luar.
Agar penglihatan bisa terjadi, sinyal listrik yang dihasilkan dalam sel retina harus dirambatkan ke pusat penglihatan di otak. Akan tetapi, sel syaraf tidak secara langsung berhubungan satu sama lain. Terdapat celah kecil di antara titik-titik ikatannya. Lalu bagaimana pemicu listrik ini melanjutkan perjalanannya?
Pada titik ini, susunan kerja yang kompleks terbentuk. Energi listrik diubah menjadi energi kimia tanpa kehilangan sedikitpun informasi yang sedang dibawa dan di sini informasi tersebut dipindahkan dari satu syaraf ke syaraf berikutnya. Pengangkut kimiawi yang terletak di titik-titik hubung sel syaraf mengantarkan informasi yang terkandung dalam stimulus yang berasal dari mata dari satu syaraf ke syaraf lainnya dengan sukses. Ketika dipindahkan ke syaraf berikutnya, stimulus kembali diubah menjadi sinyal listrik dan melanjutkan perjalanannya hingga mencapai titik hubung lainnya.
Dengan membuat jalan ke pusat penglihatan di otak dengan cara ini, sinyal diperbandingkan dengan informasi di pusat memori dan bayangan diartikan.
Akhirnya kita melihat sebuah mangkok penuh buah-buahan, yang kita bicarakan sebelumnya, dengan bantuan sistem sempurna yang terbuat dari ratusan pernik-pernik kecil.
Dan semua kerja mengagumkan ini terjadi dalam sepersekian detik
Selanjutnya, dikarenakan tindakan melihat terjadi terus-menerus, sistem tersebut mengulang dan mengulang lagi tahap-tahap ini. Dengan kata lain, molekul-molekul yang memainkan satu bagian dalam rantai reaksi dalam mata dikembalikan lagi ke tempat asalnya setiap saat dan reaksi mulai dari awal lagi.
Tentu saja pada saat yang sama sejumlah kerja rumit lainnya terjadi di bagian lain tubuh kita. Barangkali kita secara serentak mendengar suara dari bayangan yang kita lihat, dan sambil lalu kita mencium aromanya dan marasakan sentuhannya. Sementara itu, jutaan kerja dan reaksi lainnya harus terus berlanjut tanpa gangguan dalam tubuh kita agar kita terus hidup.
Ilmu pengetahuan primitif pada masa Darwin tidak mengetahui hal ini sedikit pun. Meski demikian, bahkan Darwin menyadari rancangan luar biasa pada mata dan mengakui keputusasaannya itu dalam sebuah surat yang ditulisnya kepada Asa Grey pada 3 April 1860, di dalamnya ia mengatakan:
Memikirkan tentang mata membuat saya demam
Sifat-sifat biokimia pada mata yang telah ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern memberi pukulan lebih besar bagi paham Darwinisme dari yang pernah dibayangkan oleh Darwin.
Keseluruhan proses penglihatan yang telah kita ringkas pada penjelasan ini sesungguhnya jauh lebih rumit bila dirinci. Namun, mudah-mudahan ringkasan ini cukup untuk menggambarkan bagaimana hebatnya sistem yang telah diciptakan dalam tubuh kita.